Hot News

Investasi Terhambat
2015-04-11

Lahan untuk Usaha Diisi Rumah Liar

BATAM - 
Pertumbuhan dan penyebaran rumah liar (ruli) di Batam semakin mengkhawatirkan. Ruli kebanyakan berdiri di lahan yang sudah dialokasikan Badan Pengusaha (BP) Batam kepada pengusaha. Selain merusak tata kota, juga akan menghambat investasi. "Kita ini sudah bayar UWTO (uang wajib tahunan otorita), tetapi apakah pengusaha juga harus bertanggungjawab atas rumah liar yang dibangun di atas itu," kata Ir Cahya, Ketua Apindo Kepri, Kamis (9/4).

Menurut Cahya, karena ada ribuan hektar lahan milik pengusaha tak bisa dimanfaatkan karena diduduki ruli, kerugian yang ditanggung mencapai triliun rupiah. "Pengusaha tidak bisa membangun. Uang tak berputar," katanya. Seharusnya, kata dia, BP Batam bertanggungjawab untuk melakukan penertiban ruli sebagai instansi yang memiliki tenaga pengamanan.
Tidak langsung lepas tangan setelah mengalokasikan lahan. Ketika ada masalah, harusnya BP Batam di depan. "Kalau tanggung jawab developer atau pengusaha dari segi biaya untuk pembebasan saya setuju. Dan perlu diingat, itu pun harus masuk akal biayanya. Kalau yang punya ruli ngotot tidak mau pindah bagaimana? Apakah BP Batam harus lepas tangan," katanya.

Cahya mengatakan, kebijakan pembebasan lahan ini seharusnya dilakukan oleh aparat pemerintah bukan oleh pegawai perusahaan atau developer. Menurutnya, kalau pemerintah lepas tanggung jawab dan terjadi keributan dalam pembebasan lahan, pengusaha akan disalahkan. "Lalu dimana kepastian hukumnya, tanah kita yang diserobot, lalu pemerintah diam-diam saja," katanya.

Direktur PTSP dan Humas BP Batam Dwi Djoko Wiwoho, mengatakan dalam mengalokasikan lahan, BP Batam akan melakukan kesepakatan dengan pengusaha yang meminta lahan. Biasanya, menurut Djoko, lahan kosong yang belum ada dibangun ruli maka akan menjadi tanggung jawab developer. Demikian halnya dengan lahan yang sudah ada ruli terlebih dulu sebelum dialokasikan, maka BP Batam akan bertanya kepada pengusaha atau developer apakah mau lahan tersebut.
"Kalau mau, maka ada kesepakatan bahwa pembebasan ruli di sana tanggung jawab pengusaha," katanya.

Tetapi untuk penertiban ruli secara umum, misalnya di lahan yang belum dialokasikan, maka penertiban dan pembebasan itu harus melibatkan tim terpadu. Tetapi  pada intinya, kata Djoko, Direktorat Pengamanan (Ditpam) BP Batam selalu melakukan pengawasan untuk meminimalisir bertambahnya ruli di Batam.
Saat ini data dari Distako menyebutkan bahwa Rumah Liar (ruli) atau juga disebut rumah bermasalah di Batam meningkat dari tahun ke tahun. DImana hingga saat ini jumlah ruli yang sudah terdata ada sekitar 43.000.


Enggan Pindah

Wali Kota Batam, Ahmad Dahlan mengatakan warga yang tinggal di ruli sulit untuk diterbitkan. Pasalnya, warga lebih memilih tinggal di rumah bedeng di lahan yang bukan miliknya ketimbang dipindahkan ke rumah susun (rusun).
"Mereka enggan (pindah) karena harus bayar (biaya sewa tiap bulan)," ujar Dahlan di Batam Center, Jumat (10/4).
Padahal, kata dia, Pemerintah Kota (Pemko) Batam sudah menyosialisasikan kepada warga yang tinggal diruli untuk segera pindah kerusun. Namun, warga tetap menolak.

"Warga masih tidak mau pindah, rusun tidak populer," kata Dahlan. Hingga saat ini, Batam baru memiliki rumah susun sederhana sewa (rusunwa), yang mengharuskan penghuninya membayar biaya iuran tiap bulan. Berbeda dengan Jakarta yang memiliki rumah susun sederhana milik (rusunami), yang memungkinkan penghuni untuk tak harus membayar biaya sewa. Tak heran, warga tak mau pindah dan lebih memilih berada di ruli meski keberadaanya terlarang.

Meski demikian, kata Dahlan, pemerintah akan terus membangun rusun. Pembangunan itu sendiri melibatkan lima instansi mulai dari Kementerian Perumahan Rakyat, Kementerian Pekerjaan Umum, Badan Pengusahaan Kawasan Batam, Pemprov Kepri dan Pemko Batam. "Membangunnya dikeroyok."

Menurut Wali Kota Batam, idealnya Batam memiliki 300 menara kembar rusun hingga 25 tahun ke depan. Target ini untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal bagi warga sekaligus meminimalisir tumbuhnya perkampungan ruli baru di Batam.


Cicil Perumahan

Sebagian besar masyarakat yang tinggal diruli sudah siap digusur. Mereka sudah membangun rumah baru di perumahan ataupun di kavling. "Di Batam ini, mau tinggal sama keluarga pasti ada rasa tidak enak kan? Paling lama hanya satu hari saja kan? Masa kita harus terus-terusan menginap di rumah saudara?" kata Abas, toko masyarakat di Ruli Baloi Kebun.

Abas sudah memiliki sebuah rumah disatu perumahan di Batam Kota. Rumah itu kini ia kontrakan. Suatu saat digusur, ia akan langsung pergi ke rumah tersebut. Dan menetap disana. Ia dan keluarga hingga kini masih tinggal diBaloi Kebun. Ia berat meninggalkan lokasi tersebut. Sebab, tanah itu tanah warisan. Masih banyak juga warga yang menumpang tinggal diatas tanah warisan itu.

"Kalau setelah digusur baru membangun, keluarga mau tinggal dimana?" ujarnya. Hal yang sama juga dilakukan Sri. Warga yang sudah menetap sejak tahun 2000 di Ruli Baloi Kebun itu sudah membangun rumah diwilayah kavling Tiban. Rumah itu bahkan sudah sempat ia tempati selama dua tahun. Namun, ia kembali lagi ke ruli. Alasannya, suasana di kavling berbeda dengan di ruli. Ia rindu suasana keakraban di ruli. "Kalau di kavling atau perumahan itu orangnya di rumah semua. Sendiri-sendiri semua," katanya.

Rumah itu sudah ia bangun sejak adanya isu penggusuran. Namun, nyatanya, Ruli Baloi Kebun itu tak jadi digusur.
Rumah itu akan ia tempati ketika ia benar-benar digusur. Namun, jika ia mendapatkan ganti rugi berupa lahan, ia akan membangun rumah lagi diatas lahan tersebut. "Saya harap bisa sekampung lagi dengan orang-orang sini," ujarnya.


*Sumber : Koran Batam Pos 11/04/2015 ian,hgt,rna,cen

(KLIPING APINDO KEPRI)



Partner Kami