Hot News

Menjamur karena Penegakan Hukum Lemah
2015-04-11

BATAM - Pertumbuhan rumah liar di Batam yang mencapai seribu unit per tahun akibat lemahnya penegakkan hukum.  Badan Pengusaha (BP) Batam dan Pemko Batam tak cepat membatasi ruli tersebut, sehingga ruli makin menjamur dan akhirnya membuat pemerintah kewalahan. Ketua Pusat Kajian Regional Politeknik Negeri Batam Bambang Hendrawan mengatakan,  akar masalah menjamurnya ruli di Batam adalah akibat lemahnya penegakkan hukum. Ketika ada yang membangun ruli di lahan pemerintah maupun swasta, pemerintah tak bertindak sehingga warga makin berani tinggal dan membangun rumah di atas lahan yang bukan milik mereka.

"Akar masalahnya itu penegakan hukum yang lemah dan belum banyak tersedianya alternatif tempat tinggal yang layak huni," ujar dia. Karena tak ada tempat tinggal murah, warga yang tinggal diruli merasa betah dan enggan lagi pindah." Mereka terjebak di ruli," katanya.

Bambang mengatakan, solusi mengatasi masalah ruli itu antara lain dengan peningkatan penegakan hukum, pembenahan tata ruang, menyiapkan tempat tinggal yang layak dengan biaya yang terjangkau.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri Cahya meminta pemerintah, baik Pemko Batam, BP Batam, maupun aparat keamanan menyikapi banyaknya ruli tersebut. "Kalau memang tak bisa diterbitkan karena saking banyaknya, ya jangan sampai ada ruli baru," katanya.

Apa tindakan BP Batam? Kepala BP Batam Mustofa Widjaja menyebutkan BP Batam tak bisa sendiri mengatasi ruli itu. Masalahnya sudah rumit dan harus diselesaikan bersama Pemko Batam. "Soal ruli nanti akan kami bahas bersama Pemko Batam. Kami tidak bisa ngomong sepotong-sepotong," ujarnya.

Meski tak bisa sendiri, Mustofa memastikan rumah liar akan diterbitkan. "Pasti diterbitkan tapi ini bukan hanya BP Batam saja, ini menyangkut wali kota dan semua pihak. Yang pasti ini mau kami selesaikan," jelasnya.

Mustofa menilai, masalah ruli berkaitan erat dengan masalah kependudukan, masalah semua kota besar dengan arus urbanisasi yang tinggi. BP Batam, katanya, pernah memindahkan warga yang tinggal di ruli itu lokasi-lokasi yang sudah sesuai dengan peruntukkannya seperti di Dapur 12, Sagulung. "Solusinya diharapkan mereka pindah, tapi tidak bisa begitu saja. Kami siapkan di Dapur 12, mereka ingin tinggal dipinggir jalan," ujarnya.

Jawaban Wali Kota
Wali Kota Batam Ahmad Dahlan mengaku kesulitan mengajak warga yang tinggal di ruli untuk pindah ke rumah susun (rusun) yang disediakan pemerintah. "Sulit memindahkan mereka. Karena harus bayar jika tinggal dirusun," ujarnya. Meski begitu, Dahlan mengatakan tim Pemko dan BP Batam akan terus membangun rusun agar warganya yang tinggal diruli itu akhirnya mau pindah. "Kami akan buat tim terpadu untuk bangun 300 twins blok di Batam," ucapnya di Mega Mall, Batam Center, Jumat (10/4).
Menurutnya, 300 twins blok tersebut akan dibangun selama 20 tahun. Anggaran yang dialokasikan berasal dari Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera), Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Pemprov Kepri, Pemko, dan BP Batam.
"Target pembangunannya selesai di tahun 2025," katanya.

Bertahan di Ruli
Ruli-ruli di Batam tumbuh menjadi kampung. Seperti  di kawasan Sekupang, misalnya, banyak kampung yang ternyata merupakan ruli. Diantaranya Kampung Rawasari di kawasan industri Tanjungriau, Kampung Karyawan di perumahan Sangrilla, ruli di belakang Kantor Indosat, ruli Tiban III, dan Mentarau.
Warga memilih tinggal di ruli dengan alasan tak perlu membayar dengan biaya yang besar seperti kalau membeli rumah atau tinggal di rusun. "Kami tak sanggup membayar kredit rumah dan kami senang bertahan dirumah kami ini," kata Ahmadi, warga ruli Kampung Karyawan, kemarin.
Kenapa tak tinggal di rusun? Ahmadi menuturkan, tak ingin tinggal dirusun karena sempit dan biasanya lokasinya jauh dari keramaian. "Saya ingin pemerintah memberikan perumahan sederhana bagi masyarakat yang tidak mampu seperti saya," ujarnya.

Rasyid, warga Kampung Karyawan yang hanya bekerja sebagai penambal ban di daerah Sekupang juga mengaku terpaksa tinnggal diruli karena tak punya penghasilan pasti. "Pendapatan saya sehari hanya Rp.50.000, sedangkan anak saya ada dua yang mau dihidupi. Mau makan apa kalau tinggal diperumahan," kata Rasyid.


*Sumber Koran Sindo 11/04/15 cg,is,rk,mba

(KLIPING APINDO KEPRI)



Partner Kami