PHI

Hukum Acara Peradilan Hubungan Industrial
1970-01-01

1. PENGERTIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

UMUM : 

  • Membahas perselisihan identik dengan membahas masalah konflik.
  • Secara sosiologis : perselisihan dapat terjadi dimana-mana, seperti lingkungan rumah tangga, sekolah, dipasar, diterminal, dilingkungan kerja, dsb.
  • Secara psikologis : perselisihan merupakan luapan emosi yang mempengaruhi hubungan seseorang dengan orang lain.
  • Langkah Strategis adalah bagaimana seseorang me-manage perselisihan itu dengan baik untuk memperoleh solusi yang tepat dan akurat.

LATAR BELAKANG : 

Perselisihan Perburuhan adalah:

”pertentangan antara majikan atau perkumpulan majikan dengan serikat buruh atau gabungan serikat buruh berhubung tidak adanya persesuaian paham mengenai hubungan kerja, syarat-syarat kerja dan/ataudengan  keadaan perburuhan” .

(Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan).

Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-15 A./MEN/1994, istilah perselisihan perburuhan diganti menjadi perselisihan hubungan industrial .

Perselisihan Hubungan Industrial adalah :

”perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja / buruh atau serikat pekerja / serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam 1 (satu) perusahaan”.

(Pasal 1 angka 22 UU. No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, juncto Pasal 1 angka 1 UU. No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial) .


2. JENIS – JENIS PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

Pasal 2  UU. No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial menegaskan :

Jenis Perselisihan Hubungan Industrial meliputi :

a.perselisihan hak ;
b.perselisihan kepentingan ;
c.perselisihan pemutusan hubungan kerja ;
d.perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan ;

a. PERSELISIHAN HAK ( rechtsgeschillen ) adalah :

“perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama“ .

       (Pasal 1 angka 2 UU. No. 2 Tahun 2004)

Contoh :

  • Pengusaha tidak membayar gaji sesuai dengan perjanjian, tidak membayar tunjangan hari raya keagamaan, tidak memberikan jaminan sosial tenaga kerja, dsb.
  • Pekerja/buruh tidak mau bekerja dengan baik sesuai dengan perjanjian atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

b. Perselisihan Kepentingan (belangengeschillen) adalah :

  “ perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya     kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama”.

(Pasal 1 angka 3  UU. No. 2 Tahun 2004)

Contoh :

  • Pekerja meminta fasilitas istirahat yang memadai.
  • Pekerja menuntut kenaikan tunjangan, dsb.

c. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah :

    “perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak”.

(Pasal 1 angka 4  UU. No. 2 Tahun 2004)

     Menurut UU. No. 13 Tahun 2003 permohonan PHK bisa dilakukan oleh Pengusaha dan bisa juga oleh Pekerja.

Contoh :

  • Pengusaha bisa melakukan PHK dengan beberapa alasan, yaitu : pekerja memasuki usia pensiun, pekerja melakukan kesalahan, pekerja meninggal dunia, pekerja tersangkut tindak pidana dan karena penutupan perusahan.
  • Pekerja mengajukan PHK terhadap Pengusaha adalah apabila pengusaha melakukan kesalahan berat terhadap pekerja, sebagaimana diatur dalam Pasal 169 UU. No. 13 Tahun 2003, yaitu : penganiayaan pengusaha terhadap pekerja, tidak membayar upah tepat waktu selama tiga bulan berturut-turut, dsb.

d. Perselisihan Antar Serikat Pekerja / Serikat Buruh adalah :

    “perselisihan  antara serikat pekerja / serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatpekerjaan”.

(Pasal 1 angka 5 UU. No. 2 Tahun 2004)

Bahwa dasar hukum tersebut diatas terjadi karena serikat pekerja/serikat buruh dapat dibentuk sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang pekerja/buruh.

(Pasal 5 UU. No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh) 

      

3. HAK-HAK NORMATIF PEKERJA

a. Hak bersifat ekonomis:

    Merupakan hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk upah (uang) sebagai imbalan dari pengusaha yang ditetapkan dan dibayarkan menurut perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan.

b. Hak bersifat politis :

    Hak kebebasan berserikat dan berkumpul bagi serikat pekerja / serikat buruh mewakili pekerja/buruh dalam kelembagaan hubungan industrial, seperti ditingkat perusahaan adanya Pegurus Unit Kerja (PUK),  Lembaga Kerja sama Bipartit (LKS. Bipartit), Lembaga Kerja Sama Tripartit, dan Dewan Pengupahan.

c. Hak bersifat medis :

    Hak untuk mendapat Jaminan  Pemeliharaan Kesehatan (JPK) yang wajib diberikan oleh pengusaha.

d. Hak bersifat sosial :

   Suatu perlindungan bagi pekerja/buruh dalam bentuk santunan  berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh pekerja/buruh berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia.

4. KEDUDUKAN & KEWENANGAN PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

A. Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial
  • Berdasar Pasal 55 UU. No.2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
  • Diresmikan beroperasinya 33 PHI oleh Ketua MA RI di Padang pada tanggal 14 Januari 2006.
  • Untuk pertama kali PHI dibentuk pada setiap PN di setiap Ibukota Provinsi ybs.
B. Tempat Kedudukan dan Susunan PHI

     PHI merupakan pengadilan khusus yang berada pada lingkungan Peradilan Umum.

Susunan Majelis Hakim :

  • Pada PN : Hakim, Hakim Ad-Hoc, Panitera Muda PHI, Panitera Pengganti.
  • Pada MA : Hakim Agung, Hakim Ad-Hoc pada MA, Panitera.
C. Kewenangan Pengadilan Hubungan Industrial.

Pasal 56 UU. No. 2 Tahun 2004 :

  • Di tingkat pertama, mengenai perselisihan hak;
  • Di tingkat pertama & terakhir, mengenai perselisihan kepentingan;
  • Di tingkat pertama, mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja;
  • Di tingkat pertama & terakhir,mengenai perselisihan antar serikat Pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan;

5. MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MENURUT UU NO.2 TAHUN 2004

MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN DI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MENURUT UU. NO. 2 TAHUN 2004

A. UMUM

1) Pengadilan Khusus pada Peradilan Umum, berwenang memeriktusa dan memutus :

     a. tingkat pertama untuk perselisihan Hak dan PHK.

     b. tingkat pertama dan terakhir untuk perselisihan kepentingan dan antar SP/SB.

2) Hukum Acara adalah Hukum Acara Perdata biasa kecuali diatur lain dalam UU No.2 / 2004.
3) Adanya batas waktu dalam proses penyelesaian.
4) Tidak dikenakan biaya termasuk eksekusi dibawah Rp. 150.000.000,-

B. PENGAJUAN GUGATAN

1) Gugatan PHK oleh Pekerja daluarsa 1 (satu) tahun.
2) Gugatan tanpa risalah penyelesaian di Mediasi, Konsolidasi, dikembalikan.
3) Gugatan yang lebih dari 1 Penggugat diajukan secara kolektif dengan Surat Kuasa Khusus.
4) Penggugat dapat sewaktu-waktu mencabut gugatan kecuali telah dijawab oleh Tergugat.
5) PHK mempunyai perselisihan hak, selesaikan dulu perselisihannya.
6) SP dan Organisasi Pengusaha dapat menjadi Kuasa Hukum bagi anggotanya.
7) Selambat-lambatnya 7 hari Ketua Pengadilan Negeri menunjuk Majelis Hakim dan Panitera Pengganti.
C. PEMERIKSAAN PERKARA :

1) Selambat-lambatnya 7 hari sidang pertama sudah dimulai.
2) Pemanggilan secara patut/sah, kealamat terakhir dan harus pakai tandaterima.
3) Sidang Pertama, pemeriksaan isi gugatan dan apabila ada kekurangan maka Majelis Hakim minta kepada Penggugat untuk memperbaiki. Selanjutnya kepada Penggugat dan Tergugat ditawarkan oleh Majelis Hakim untuk perdamaian.
4) Sidang Kedua, jika tidak ada perdamian diteruskan dengan JAWABAN Tergugat, yaitu berupa penyangkalan dan atau pengakuan terhadap gugatan dan dapat diajukan Eksepsi dan Gugatan Balik ( Rekonpensi) .
5) Sidang Ketiga, REPLIK Penggugat,
- Penyangkalan terhadap jawaban konpensi sekaligus memperkuat gugatan,
- Jawaban terhadap Rekonpensi (kalau ada gugatan rekonpensi).
6) Sidang Keempat, DUPLIK Tergugat,
- Penyangkalan terhadap gugatan & Replik Penggugat.
- Memperkuat jawaban dan gugatan rekonpensi (kalau ada gugatan balik).
7) ALAT BUKTI : Pasal 164 HIR (Surat-surat, Saksi, Persangkaan, Pengakuan, Sumpah).
8) KESIMPULAN/Konklusi: semua yang terbukti dalam persidangan dimasukkan kedalam kesimpulan baik bukti maupun saksi.

CATATAN

  • Satu pihak atau para pihak tidak hadir tanpa alasan yang sah, sidang ditunda paling lambat 7 hari. Penundaan sebanyak-banyaknya 2 x.
  • Penggugat tidak hadir sampai panggilan terakhir gugatannya gugur dan dapat diajukan 1x lagi
  • Tergugat tidak hadir sampai panggilan terakhir diputus tanpa kehadiran (Verstek).

D. PUTUSAN (Pasal 100-112 UU. No.2 Tahun 2004)

1) Putusan berdasarkan Hukum Perjanjian, kebiasaan dan keadilan.
2) Dibacakan dalam sidang terbuka, salah satu pihak tidak hadir Panitera memberitahu putusan.
3) Putusan memuat :

a. Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan YME.

b. Identitas pihak yang berperkara.

c. Gugatan dan Jawaban pihak-pihak berperkara.

d. Pertimbangan terhadap bukti yang diajukan.

e. Alasan hukum dasar putusan.

f.  Amar Putusan.

g. Tanggal putusan, nama-nama Hakim, Panitera Pengganti, hadir / tidaknya     para pihak berperkara.

4) Tidak dipenuhinya ketentuan tersebut angka 3, putusan dapat menyebabkan batal.
5) Putusan selambat-lambatnya 50 hari sejak sidang pertama.
6) 7 hari setelah dibacakan sudah diberitahu pihak yang tidak hadir.
7) 14 hari setelah putusan ditandatangani sudah diterbitkan salinan putusan dan Panitera 7 hari sudah harus mengirim putusan.
8) Kasasi ke MA paling lambat 14 hari kerja setelah putusan dengan menyampaikan secara tertulis melalui Sub Kepaniteraan PHI .
  • TATA CARA PERMOHONAN KASASI SERTA PENYELESAIAN HAK DAN PERSELISIHAN PHK OLEH HAKIM KASASI DILAKSANAKAN SESUAI DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU (Psl.114 UU.2 Tahun 2004)

6.    SERIKAT  PEKERJA
- Menurut Pasal 1 ayat (1) UU.No.21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja / Serikat Buruh ialah :

    ”organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja / buruh,  baik diperusahaan  maupun  diluar perusahaan, yang  bersifat   bebas, terbuka,  mandiri,   demokratis   dan   bertanggung awab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan  pekerja/buruh  serta  meningkatkan  kesejahteraan  pekerja / buruh dan keluarganya” .

- Hak Serikat Pekerja/Serikat Buruh (Psl. 25 UU.No.21/2000) :

1.  Membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha.

2.  Mewakili pekerja/buruh dalam menyelesaikan perselisihan industrial.

3.  Mewakili pekerja/buruh dalam lembaga ketenagakerjaan.

4.  Membentuk  lembaga  atau  melakukan  kegiatan  yang  berkaitan dengan usaha peningkatan             kesejahteraan pekerja/buruh.

5.  Dapat berafiliasi dan atau bekerjasama dengan pekerja/serikat buruh (SP/SB) internasional atau             organisasi internasional lainnya.

- Hak-hak SP/SB tersebut diatas dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

- Kewajiban Serikat Pekerja/Serikat Buruh (Psl. 26 UU.No. 21/2000):
  1. Melindungi dan membela anggota dari pelanggaran hak-hak san memperjuangkan kepentingannya.
  2. Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan anggota dan keluarganya.
  3. Mempertanggung jawabkan kegiatan organisasi kepada anggota sesuai AD/ART.

Berdasarkan Pasal 87 UU. No. 2 Tahun 2004 tentang PPHI, menegaskan :

     “Serikat pekerja/serikat buruh dan organisasi pengusaha dapat bertindak sebagai kuasa hukum untuk beracara di Pengadilan Hubungan Industrial untuk mewakili anggotanya “ ;

Yang dinamakan anggota SP / SB adalah :

a)Setiap pekerja / buruh yang telah membentuk Serikat Pekerja / Serikat Buruh ditingkat Perusahaan, umumnya disebut Pengurus Unit Kerja.
b)Federasi serikat pekerja/serikat buruh yang mempunyai anggota minimal 5 (lima) SP/SB.
c)Konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang dibentuk sekurang-kurangnya 3 Federasi SP/SB.

Serikat Pekerja / Serikat Buruh, Federasi dan Konfederasi yang telah terbentuk memberitahukan secara tertulis kepada instansi pemerintah secara tertulis  guna memperolah bukti pencatatan dari instansi pemerintah yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan setempat.

                                             (Pasal 18 UU. No. 21 Tahun 2000)

Bukti Pencatatan adalah berguna dalam permulaan acara persidangan LEGAL STANDING  di PHI.

7. CARA PENYUSUNAN KESEPAKATAN KERJA BERSAMA (KKB) atau PERJANJIAN KERJA BERSAMA (PKB) .

Mengacu pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi RI. Nomor : KEP.48/MEN/IV/2004 tentang TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA

Cara Pembuatan Perjanjian Kerja Bersama

(KEPMENNAKERTRANS No.KEP.48/MEN/IV/2004, Pasal 12 - Pasal 28) :

1. Salah satu pihak (serikat pekerja / serikat buruh atau pengusaha) mengajukan pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) secara tertulis, disertai konsep Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Sekurang kurangnya harus memuat :
a) Nama, tempat kedudukan serta alamat Serikat Pekerja / Serikat Buruh.
b) Nama, tempat kedudukan serta alamat perusahaan.
c) Nomor serta tanggal pencatatan SP/SB pada instansi yang bertanggung jawab.
d) Hak dan kewajiban pengusaha.
e) Hak dan kewajiban SP/SB.
f)  Jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya PKB, dan
g) Tandatangan para pihak pembuat PKB.
2. Minimal keanggotaan serikat pekerja / serikat buruh 50 % (lima puluh persen) dari jumlah pekerja/buruh yang ada pada saat pertama pembuatan Perjanjian Kerja Bersama;
3. Perundingan dimulai paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan tertulis.
4. Pihak-pihak yang berunding adalah pengurus SP/SB dan pimpinan perusahaan yang bersangkutan, dengan membawa surat kuasa masing-masing.
5. Perundingan dilaksanakan oleh tim perunding dari kedua belah pihak, masing-masing paling banyak 9 (sembilan) orang.
6. Batas waktu perundingan bipartit 30 (tiga puluh) hari sejak hari pertama dimulainya perundingan.
7. Selama proses perundingan masing-masing pihak :
 a) Dapat  berkonsultasi kepada pejabat Disnaker.
 b) Wajib merahasiakan hal-hal yang sifatnya belum final sebagai keputusan perundingan.
8. Bila sudah 30 (tiga puluh) hari perundingan bipartit tidak menyelesaikan pembuatan PKB, maka :
 a) salah satu pihak wajib melaporkan kepada kantor Disnaker untuk diperantarai oleh Mediator atau dapat melalui Lembaga Arbitrase, sesuai dengan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan Industrial yang diatur dalam UU. No. 2 Tahun 2004.
 b) Apabila penyelesaian melalui mediasi dan atau salah satu pihak tidak menerima anjuran mediator maka atas kesepakatan para pihak, mediator melaporkan kepada Menteri untuk menetapkan langkah-langkah penyelesaian.
 c) Menteri dapat menunjuk pejabat untuk melakukan penyelesaian pembuatan PKB.
 d) Dalam hal penyelesaian pembuatan PKB tidak juga mendapat kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial di daerah hukum tempat pekerja/buruh bekerja.
9. Jika tercapai kesepakatan penyelesaian pembuatan PKB, maka :
 a) Wakil kedua belah pihak menandatangani PKB, sah dan resmi berlaku serta mengikat kedua belah pihak dan anggotanya.
 b) PKB wajib didaftarkan kepada DISNAKER.
 c) Kedua belah pihak wajib menyebarluaskan isi dan makna PKB kepada semua pihak dalam lingkungan kerjanya.

Sekian dan Terimakasih

SALAM LKMD (Lebih Kurang Mohon Dimaafkan)

SEMOGA SUKSES 


OLEH :

Alhujjah Pohan, SH.

Ketua Tim Advokasi DPP Apindo Kepri




Partner Kami